Mencegah Pernikahan Usia Anak, Kemantren Kotagede Adakan Sosialisasi Pendewasaan Perkawinan
KOTAGEDE- Kemantren Kotagede melalui Jawatan Sosial menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Pendewasaan Perkawinan pada Selasa, 14 Mei 2024. Kegiatan yang merupakan usulan dari Pokja 1 TP PKK Kemantren Kotagede tersebut diikuti oleh sekitar 40 perwakilan keluarga dari 3 kelurahan se-Kemantren Kotagede. Perwakilan keluarga yang menjadi peserta sosialisasi yaitu keluarga yang memiliki anak usia remaja. Dengan kriteria ini diharapkan pengetahuan yang didapat benar-benar dapat diterapkan oleh masing-masing peserta dan dapat ditularkan kepada orang lain yang tidak berkesempatan ikut.
Mantri Anom Kemantren Kotagede yaitu Ibu Kudup Nawangsasi, S. P dalam sambutannya menyampaikan bahwa Sosialisasi Pendewasaan Perkawinan di Kemantren Kotagede perlu dilaksanakan. Mengingat di tahun 2023 permohonan pernikahan usia dini cukup banyak diajukan di KUA Kotagede. Selanjutnya, hadir sebagai narasumber acara yaitu Ibu Novia Rukmi, S. IP., M. Pd dari Pokja 1 TP PKK Kota Yogyakarta dan Bapak Setyo Purwadi, S. Ag dari Tokoh Masyarakat Kemantren Kotagede yang sebelumnya juga pernah bertugas sebagai Kepala KUA Kotagede.
Ibu Novia Rukmi fokus membahas tentang pendewasaan usia perkawinan guna mewujudkan keluarga yang berketahanan. Menurutnya, keluarga yang berketahanan dapat tercapai apabila adanya kerjasama pembagian peran di dalam rumah tangga antara suami dan istri sehingga istri tidak terlalu banyak menanggung beban kerja-kerja rumah tangga dan pengasuhan anak. Dengan demikian, seiring dengan matangnya usia, individu akan semakin memahami konsep-konsep keadilan relasional dalam konteks rumah tangga.
Materi kedua disampaikan oleh Bapak Setyo Purwadi yang kembali mengingatkan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 7 disebutkan, perkawinan diizinkan apabila pria dan wanita telah mencapai umur 19 tahun. Apabila seseorang menikah pada usia di bawah 18 tahun, maka dapat dikatakan sebagai perkawinan usia anak. Pendewasaan usia perkawinan dengan merujuk pada peraturan yang berlaku sangat penting dikarenakan anak yang terpaksa menikah akan memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap akses pendidikan dan kualitas kesehatan, rentan mengalami tindak kekerasan, serta berpotensi hidup dalam kemiskinan karena kurangnya kesiapan finansial keluarga. [Fiya]