Kedudukan dan Tupoksi Kemantren

(Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 38 Tahun 2023 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Kemantren dan Kelurahan)

Kedudukan

Kemantren dipimpin oleh Mantri Pamong Praja yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Tugas

Kemantren mempunyai tugas mengoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan umum, ketenteraman dan ketertiban umum, perekonomian dan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan melaksanakan penugasan urusan keistimewaan pada tingkat Kemantren.

Fungsi

Kemantren mempunyai fungsi:

a. pengoordinasian perencanaan penyelenggaraan pemerintahan umum, ketenteraman dan ketertiban umum, perekonomian dan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan melaksanakan penugasan urusan keistimewaan pada tingkat Kemantren;

b. pengoordinasian tugas dan fungsi unsur organisasi Kemantren;

c. penyelenggaraan kegiatan pemerintahan umum di tingkat Kemantren;

d. penyelenggaraan kegiatan ketenteraman dan ketertiban di tingkat Kemantren;

e. penyelenggaraan kegiatan perekonomian dan pembangunan di tingkat Kemantren;

f. penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat di tingkat Kemantren;

g. penyelenggaraan pembinaan teknis kelembagaan pemberdayaan masyarakat di tingkat Kemantren;

h. penyelenggaraan kegiatan pelayanan umum di tingkat Kemantren;

i. penerbitan dokumen perizinan dan/atau dokumen nonperizinan sesuai kewenangan Kemantren;

j. pengoordinasian dan fasilitasi kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh instansi pemerintah di tingkat Kemantren;

k. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan Kelurahan;

l. pengoordinasian pelaksanaan sebagian kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota;

m. pengoordinasian pelaksanaan penugasan keistimewaan di tingkat Kemantren;

n. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Kemantren;

o. pembinaan dan pengoordinasian penyelenggaraan tugas dan fungsi kelompok jabatan fungsional pada Kemantren;

p. pengoordinasian penyelenggaraan pengelolaan kearsipan dan perpustakaan Kemantren;

q. pengoordinasian pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan Kemantren;

r. pengoordinasian tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan;

s. pengoordinasian pelaksanaan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan tugas Kemantren;

t. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas Kemantren.

 

Kedudukan dan Tupoksi Kelurahan

Kedudukan

Kelurahan dipimpin oleh Lurah serta berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Mantri Pamong Praja.

Tugas

Kelurahan mempunyai tugas membantu Kemantren dalammengoordinasikanpenyelenggaraan pemerintahan, ketenteraman dan ketertiban umum, pelayanan,informasi dan pengaduan, perekonomian, pembangunan, danpemberdayaanmasyarakat pada tingkat Kelurahan.

Fungsi

Kelurahan mempunyai fungsi membantu Kemantren dalam melaksanakan:

a. penyelenggaraan perencanaan pemerintahan, ketenteraman, ketertibanumum, pelayanan, informasi, pengaduan, perekonomian, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat pada tingkat Kelurahan;
b. penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, ketenteraman, danketertibanumum pada tingkat Kelurahan;
c. penyelenggaraan kegiatan perekonomian dan pembangunan pada tingkat Kelurahan;
d. penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan masyarakat pada tingkat Kelurahan;

e. penyelenggaraan pembinaan teknis kelembagaan pemberdayaan masyarakat pada tingkat Kelurahan;
f. pengoordinasian upaya ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
g. pengoordinasian dan fasilitasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah/unit kerja di tingkat Kelurahan;
h. pengoordinasian pelaksanaan pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai dengan kewenangan Kelurahan;
i. pelaksanaan sebagian kewenangan Mantri Pamong Praja yang dilimpahkan kepada Lurah;
j. pengoordinasian pelaksanaan sebagian urusan keistimewaan di tingkat Kelurahan;

k. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Kelurahan;
l. pembinaan dan pengoordinasian penyelenggaraan tugas dan fungsi kelompok jabatan fungsional pada Kelurahan;
m. pengoordinasian penyelenggaraan pengelolaan kearsipan dan perpustakaan Kelurahan;
n. pengoordinasian pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian internal pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan Kelurahan;
o. pengoordinasian pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan pada Kelurahan;
p. pengoordinasian pelaksanaan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan tugas Kelurahan; dan
q. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugasnya.

Kemantren Kotagede terdiri atas 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Rejowinangun, Kelurahan Prenggan, dan Kelurahan Purbayan

I     BATAS WILAYAH
   

Adapun batas-batas dari wilayah Kotagede adalah :

Utara  : Kecamatan Umbulharjo dan Kapanewon Banguntapan

Timur  : Kapanewon Banguntapan

Selatan: Kapanewon Banguntapan

Barat  : Kapanewon Banguntapan dan Kemantren Umbulharjo

    
II     KEADAAN ALAM
      Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
      Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
      Bagian tengah adalah Sungai Code
      Sebelah barat adalah Sungai Winongo


III     LUAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
      Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km²


IV     TIPE TANAH
      Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan.  Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan)


V     IKLIM
      Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%.  Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°  bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam


VI     DEMOGRAFI
      Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km².  Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.

Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara adminisratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota kuno bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam yang berdiri tahun 1532 M. Kotagede merupakan daerah budaya dengan banyak peninggalan sejarah yang terlihat dari arsitektur bangunan maupun kehidupan sosial budaya.

Sebagai bekas ibukota kerajaan Mataram Islam pada pemerintahan Panembahan Senapati, Kotagede menyisakan peninggalan arkeologis yang jauh lebih bermakna. Selain itu, ia tetap  eksis sebagai kota lama yang berahan dengan dinamikanya hingga saat ini. Secara umum dapat dikatakan bahwa Kotagede masa lalu merupakan kota pusat kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Konsep tatanan kawasan tradisional Jawa di Kotagede menggunakan empat elemen (catur gatra) yaitu rumah raja, pasar alun—alun dan masjid diterapkkan pada penataan awal kawasan pemukiman. Sampai saat ini terlihat hanya tempat ibadah berupa masjid (Masjid Ageng) dan lokasi pasar (Pasar Gede Kotagede). Pasar Gede Kotagede atau sekarang dikenal pasar Kotagede merupakan pusat kegiatan aktivitas ekonomi sejak zaman kerajaan Mataram Islam hingga kini. Akses untuk menuju pasar Kotagede yang berhubungan dengan ada tiga jalan yaitu Jalan Mondarakan, Jalan Kemasan dan Jalan Karang Lo.

Nilai sejarah dan budaya di kawasan Kotagede tercermin pada arsitektur rumah tinggal dan kehidupan sosial masyarakatnya. Berdasarkan gaya arsitekturnya, rumah tradisional di kawasan Kotagede dibedakan yaitu, rumah Kalang (Sudagaran) dan tradisional Jawa (rumah Joglo). Rumah Kalang bercirikan arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan budaya dan alam sekitar. Sedangkan rumah tradisional memiliki ciri atap joglo dengan atap meninggi atau memuncak di bagian tengah yang disebut brunjung dan konsul kayu berukir yaang disebut bahu dhanyang. Hal yang menarik yaitu halaman rumah-rumah lama di Kotagede biasanya dibatasi dengan pagar tembok yang tinggi dengan satu regol utama, sehingga jalan-jalan di perkampungan diapit oleh pagar-pagar tersebut.

 

SEJARAH KEMANTREN

Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Prinsip penyelenggaraan desentralisasi adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kebijakan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dan masyarakat di daerah lebih diberdayakan sekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk mempercepat laju pembangunan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah, Camat dalam menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota.

 

Tujuan Pembentukan

Untuk mengetahui maksud dibentuknya Kecamatan dalam sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dipahami melalui ketentuan Pasal 221 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa: "Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan

Dasar Hukum Pembentukan

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  • Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012Undang Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Waktu Pembentukan

-

Cakupan Kewenangan

Camat Juga berperan sebagai kepala wilayah(wilayah kerja, namun tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan), karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundang - undangan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan, karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.

 

Riwayat Struktur Organisasi

Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah Kabupaten/Kota yang dipimpin Oleh Camat/Distrik Sehingga dari pengertian tersebut, kedudukan kecamatan merupakan bagian wilayah dari daerah Kabupaten/Kota.

Maksud adanya kecamatan adalah dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan ayat (1) Pasal 221 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan: "Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan".

Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat/Distrik yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah (merujuk pada ketentuan Ayat (1) Pasal 224 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Berdasarkan pengertian ini, maka kedudukan Camat/Distrik berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan diklasifikasi atas:

  1. Kecamatan Tipe A yang dibentuk untuk kecamatan dengan beban kerja yang besar; dan
  2. Kecamatan Tipe B yang dibentuk untuk kecamatan dengan beban kerja yang kecil

 

Riwayat Pergantian Pimpinan

  1. Drs. Mardjuki ( 2002-2005)
  2. Drs. Sularto Sugianto (2005-2008)
  3. Drs. Rumpis Triminarto (2008-2012)
  4. Drs. Nur Hidayat, M.Si (2012-2017)
  5. Rajwan Taufiq, S.I.P, M.Si (2017-2022)
  6. Komaru Ma'arif, S.IP, M.Si (2022 – Sekarang)

Sumber Referensi:

Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. 2018. Menguak Kejayaan Bangunan Masa Lalu Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Sujarweni, V. Wiranata. 2021. Menelusuri Jejak Mataram Islam di Yogyakarta. Yogyakarta: Penerbit Anak Hebat Indonesia.

https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/kawasan-kotagede diakses pada 17 Mei 2022